Salah Kaprah Kalangan Jihadis Memaknai
Novel Kabut Jihad
Media orang kampung (23/6/2012) – Beginilah jadinya bila bukan
sastrawan mengomentari karya sastra: dituduh
galau, boneka BNPT, mengandung faham theosofi, fitnah dan kebohongan.
Tuduhan tendensius dan tidak berakhlak dari kelompok yang mengusung jihad tetapi menabrak makna jihad dengan syahwat egonya ini mengudara dengan lantang di
hotel Borobudur pada 20 Juni 2012 lalu, dalam acara peluncuran novel sulung
Khairul Ghazali yang berjudul “Kabut Jihad”.
Dr. Asep Usman Ismail MA, dosen Fak. Ilmu Dakwah dan
Komunikasi UIN Jakarta selaku moderator dalam bedah buku tersebut mengatakan,
novel Kabut Jihad telah memenuhi standar sastra yang benar walaupun penulisnya
adalah pemula dalam bidang penulisan sastra. Artinya, kini di Indonesia telah
lahir sastrawan baru dari balik jeruji penjara.
Ketika menanggapi kritikan pedas dari kalangan jihadis yang
menuduh penulis novel Kabut Jihad telah “galau”, Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono Guru Besar Psikologi UI menjawab santai tapi bijaksana, “Memang
menulis novel harus dalam keadaan galau. Kalau bukan galau bukan novel namanya
tapi karya ilmiah. Novel ini cukup bagus menguraikan bab demi bab seperti
Barracuda, Bilik Bercinta dan konflik batin tokoh-tokohnya.”
Dr. Asep Usman Ismail menimpali, “Novel ini memerlukan
begitu banyak perenungan dan inspirasi dalam penulisannya, dan ditulis dengan
menggunakan banyak disiplin ilmu. Sayangnya, tidak ada budayawan dalam forum
ini, sehingga tidak ada kesimpulan yang bisa diambil dalam dialog dan bedah
buku ini. Seharusnya BNPT menghadirkan budayawan atau sastrawan sehingga pembahasan
dan dialog bisa balance.”
Selain Ketua JAT, Muhammad Achwan, dan juru
bicara JAT Son Hadi, acara bedah buku juga menghadirkan pembicara Abu Rusydan
(mantan JI), Prof Muhammad Baharun (Ketua Komisi Fatwa MUI dan Rektor
Universitas Nasional Bandung), Prof Dr Sarlito Wirawan Sarwono. Sedangkan Dr.
Asep Usman Ismail bertindak selaku moderator.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar