Mantan militan Indonesia memulai dialog mengenai ekstrimisme
Media Orang Kampung (30/6/2012) – Sebuah peluncuran buku di Jakarta menjadi ajang diskusi terbuka di antara
para pihak moderat dan militan mengenai nilai-nilai Islam dan sifat dasar
jihad. Khairul Ghazali, yang juga dikenal sebagai Abu
Yasin, adalah mantan anggota kelompok militan Negara Islam Indonesia (NII). Dia
diduga terlibat dalam sebuah perampokan bank CIMB Niaga cabang Medan pada tahun
2010.
Namun demikian, setelah melepaskan diri dari jalur kekerasan, dia
sekarang telah menulis sebuah buku baru dengan maksud menunjukkan bahaya
ekstrimisme. Karya setebal 370 halaman ini, “Kabut Jihad”, telah menimbulkan
reaksi kuat.
Acara
peluncuran buku yang diadakan di Hotel Borobudur di Jakarta pada tanggal 20
Juni ini tidak hanya menarik perhatian hanya para wakil pemerintah dan
organisasi Islam, tetapi juga mantan jihadis dan anggota Jemaah Ansharut Tauhid
(JAT), yang digolongkan sebagai kelompok teroris oleh Amerika Serikat.
Pendirinya, ulama garis keras Abu Bakar Bashir, sedang dipenjara karena
terbukti mendukung sebuah kamp pelatihan teroris di Aceh.
Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme Indonesia, sebuah lembaga pemerintah
non-kementerian Indonesia yang berfokus pada penanggulangan terorisme, memberi
lampu hijau bagi peluncuran buku itu dengan harapan bahwa Khairul, sebagai
mantan ekstrimis, menempati posisi yang tepat dalam menjelaskan kenapa
kekerasan adalah arah yang salah bagi umat Muslim.
Khairul,
yang sedang menjalani hukuman penjara lima tahun, tiba pada acara itu
mengenakan batik dan kopiah hita. Densus 88, yaitu pasukan penanggulangan terorisme khusus
Indonesia, mengawalnya pada penampilan publiknya itu.
“Harus
dimengerti bahwa Indonesia bukanlah zona perang karena umat Muslim tidak
menyerang atau memerangi musuh. Jihad tidak boleh mengancam orang lain yang
hidupnya tenang,” katanya, sambil menjelaskan bahwa dia menulis buku tersebut
untuk mengoreksi kesalahpahaman di antara umat Muslim.
Para
pendukung berkata dialog dapat menuntaskan kekerasan
Direktur
utama BNPT, Ansyaad Mbai, berkata bahwa buku ini akan mendorong dialog sehat
mengenai nilai-nilai, dan dengan cara ini membantu pemerintah mengurangi dan
menghapuskan ancaman terorisme.
“Kami
ingin mendorong banyak teroris berideologi anarkis terkemuka yang berpengaruh
dan tokoh fundamentalis Islam untuk menulis dan menerbitkan lebih banyak buku
mengenai terorisme dan radikalisme secara wajar,” katanya kepada Khabar
Southeast Asia.
“BNPT
akan memfasilitasi pembicaraan publik dan mengundang orang-orang moderat dan
radikal untuk duduk, berdiskusi, dan mengkritik buku ini bersama-sama agar
mereka dapat saling membagi pandangan mereka – terutama mengenai jihad,”
katanya. Dia berkata, dialog terbuka seperti itu “lebih baik daripada adanya
tokoh-tokoh berideologi anarkis yang menulis dan menerbitkan buku secara
rahasia dengan tujuan menghasut masyarakat.”
Seorang
juru bicara bagi Muhammadiyah, organisasi Islam kedua terbesar di negara itu,
setuju bahwa adanya seorang mantan teroris yang menulis buku dapat membantu
menekan penyebaran ideologi kekerasan.
“Menurut
saya, ini adalah cara yang berbudaya dan meyakinkan untuk mencegah pertumbuhan
terorisme. Namun demikian, ini harus dilakukan secara alami dimana para
individu sungguh-sungguh menyesali tindakan terorisme yang mereka lakukan,”
ujar juru bicara itu, Abdul Mukti, kepada Khabar.
Dia
memperingatkan bahwa pemerintah Indonesia harus memberi perlindungan lebih bagi
Khairul dan keluarganya karena organisasi-organisasi fundamentalis tidak
menyetujui keputusan Khairul untuk membagi pengalaman dan penyesalannya.
“Secara
pasti, mereka akan dibenci kelompok lamanya karena dia telah mengubah
pandangannya dan telah menentang aksi terorisme melalui tulisannya,” ujar
Mukti.
Grup
militan berpandangan suram
Organisasi
JAT telah mencela buku itu, dan juru bicara Son Hadi bin Muhadjir menyebutkan
buku itu mencerminkan “kebingungan” si penulis.
“Dia
menderita tekanan jasmani dan mental sebagai seorang teroris yang terbukti
bersalah,” kata juru bicara JAT itu.
Abdul
Munir Mulkhan, seorang aktivis dan profesor di Universitas Negeri Islam Sunan
Kalijaga, memberi sudut pandang yang berlawanan. Menurut pandangannya, isi buku
ini tidak begitu menentang kekerasan jihad.
Meskipun
begitu, dia berkata, hal ini bisa membantu mencegah pertumbuhan terorisme dan
radikalisme di Indonesia.
“Saya
kira, hal terpenting dari peluncuran buku Khairul adalah diskusi dimana BNPT
memberi ruang bagi umat radikal dan moderat Muslim untuk berkumpul dan berbagi
pandangan mereka mengenai jihad,” katanya.(Khabar Southeast Asia, 30/6/2012, Jakarta).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar